Thursday 20 August 2015

Generasi yang selalu minta di layani



: MEMBASMI GENERASI “HOME SERVICE” ::
Apa itu generasi “HOME SERVICE?” Generasi “HOME SERVICE” adalah generasi yang selalu minta dilayani. Ini terjadi pada anak-anak yang hidupnya selalu dilayani oleh orangtuanya atau orang yang membantunya. Mulai dari lahir mereka sudah diurus oleh pembantu, atau yang punya kekayaan berlebih diasuh oleh Babysitter yang setiap 24 jam siap di samping sang anak. Kemana-mana anak diikuti oleh babysitter. Bahkan sampai umur 9 tahun saja ada Babysitter yang masih mengurus keperluan si anak karena orangtuanya sibuk bekerja. Anak tidak dibiarkan mencari solusi sendiri. Contoh kecil saja, membuka bungus permen yang akan dimakan anak. Karena terbiasa ada babysitter atau ART, anak dengan mudahnya menyuruh mereka membukakan bungkusnya. Tidak mau bersusah payah berusaha lebih dulu atau mencari gunting misalnya. 

Contoh lain memakai kaus kaki dan sepatu. Karena tak sabar melihat anak mencoba memakai sepatunya sendiri maka orang dewasa yang di sekitarnya buru-buku memakaikan kepada anak. Saat anak sudah bisa makan sendiri, orangtua juga seringkali masih menyuapi karena berpikir jika tidak disuapi makannya akan lama dan malah tidak dimakan. Padahal jika anak dibiarkan tidak makan, maka anak tidak akan pernah merasa apa namanya lapar. Dan saat lapar datang seorang anak secara otomatis akan memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Bagaimana dia akan belajar makan sendiri jika dia tidak pernah merasakan apa itu namanya lapar? Bagaimana dia akan belajar membuat minuman sendiri jika dengan hanya memanggil ART atau babysitter atau orangtuanya saja minuman itu akan datang sendiri kepadanya.
Saya mengutip perkataan seorang Psikolog dari Stanford University, Carol Dweck, beliau menulis temuan dari eksperimennya dalam buku The New Psychology of Success, , “Hadiah terpenting dan terindah dari orangtua pada anak-anaknya adalah tantangan”. Tapi beranikah semua orangtua memberikan hadiah itu pada anak? Faktanya saat ini banyak orangtua yang ingin segera menyelesaikan dan mengambil alih masalah anak, bukan memberikan tantangan. Saat anak bertengkar dengan temannya karena berebut mainan, orangtua malah memarahi teman anaknya itu dan membela sang anak. Ada pula yang langsung membawanya pulang dan bilang, ”udah nanti Ibu belikan mainan seperti itu yang lebih bagus dari yang punya temanmu..gak usah nangis”.
Padahal Ibu tersebut bisa mengatakan, “Oh kamu ingin mainan seperti yang punya temanmu ya? Gak usah merebutnya sayang… kita nabung dulu ya nanti kalau uangnya sudah cukup kita akan sama-sama ke toko mainan membeli mainan yang seperti itu”. Kira-kira bagaimana jika Ibu mengatakan demikian? Ada tantangan yang diberikan pada anak bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang dia ianginkan maka dia harus berusaha untuk menabung dulu. Tidak lantas mengambil alih bahwa everything oke…ada Ibu dan ayah disini yang akan mengatasi segala masalahmu nak.
Dalam keseharian Generasi “HOME SERVICE “ semua pekerjaan rumah tangga tak pernah melibatkan anak. Saat anak membuat kamarnya berantakan langsung memanggil asisten untuk segera merapihkan kembali. Anak menumpahkan air di lantai, di lap sendiri oleh Ibunya. Anak membuang sampah sembarangan, dibiarkan saja menunggu ART menyapu nanti. Dalam hal belajar saat anak sulit belajar, orangtua telpon guru les untuk privat di rumah. Dalam hal bersosialisasi saat anaknya nabrak orang sampai mati di jalan karena harusnya belum punya SIM malah sudah bawa kendaraan sendiri. Orangtuanya langsung menyuap polisi agar anaknya tidak diperkarakan dan dipenjarakan. Beres kan…hidup ini tidak susah nak…selama orangtuamu ada di sampingmu. Iya kalau orangtuanya kaya terus…iya kalau orangtuanya hidup terus…semua kan tak pernah bisa kita duga. Generasi inilah yang nantinya akan melahirkan orang dewasa yang tidak bertanggungjawab. Badannya dewasa tapi pikirannya selalu anak-anak, karena tak pernah bisa memutuskan sesuatu yang terbaik buat dirinya. Mau gimana lagi? Memang dididiknya begitu…Sekolah yang carikan orangtua. Jodoh yang carikan orangtua. Rumah yang belikan orangtua, Kendaraan yang belikan juga orangtua. Giliran punya cucu yang mengasuh dan jadi pembantu di rumahnya juga ya si orangtuanya. Kasian banget ya…sudah modalin banyak ternyata orangtua tipe begini hanya akan berakhir jadi kacung di rumah anaknya sendiri. Maaf kalau saya menggunakan istilah ‘kacung” karena saya betul-betul prihatin kepada orangtua yang terlalu menjadi pelindung bagi anaknya, bahkan nanti buat cucunya juga. Kapan bisa mandirinya tuh anak.
Sahabat Nabi Ali Bin ABi Thalib RA sudah memberikan panduan dalam mendidik anak : “Ajaklah anak bermain pada tujuh tahun pertama, disiplinkanlah anak pada tujuh tahun kedua dan bersahabatlah pada anak usia tujuh tahun ketiga.” Jadi anak umur 7 tahun ke bawah memang dididik sambil bermain. Berikan tanggungjawab pada mereka meski masih harus didampingi seperti misalnya mandi sendiri, membereskan mainan, makan sendiri, membuang sampah dll. Untuk anak usia 7 sd 14 tahun mulailah mendisiplinkannya. Misalnya menyuruhnya shalat tepat waktu, belajar berpuasa, mengerjakan PR sepulang sekolah, menyiapkan buku untuk esok pagi, membantu mencuci piring yang kotor, menyapu halaman rumah dll. Apabila anak umur 7 sd 14 tahun itu tidak melakukan kewajibannya maka perlu diingatkan agar dia menjadi terbiasa dan disiplin.
Untuk anak usia 14 sd 21 tahun maka orangtua harusnya bisa bersikap sebagai sahabat atau teman akrab. Orang tua perlu menolong anak untuk belajar bagaimana menggunakan waktunya, dan mengajari anak tentang skala prioritas. Dalam hal ini terkadang orangtua sering merasa kasihan. Karena semakin besar usia anak, maka semakin sibuk dia dengan kegiatan akademiknya. Anak ikut les ini dan itu, kegiatan ekstrakulikuler yang menyita waktu, kerja kelompok dll. Merasa anaknya tidak punya waktu, lalu orang tua, membebaskan anak dari pekerjaan rumah tangga. Padahal skill yang terpenting dalam kehidupan itu bukan hanya dari sisi akademik saja tapi bagaimana dia menghadapi rutinitas yang ada dengan segala keterbatasan waktunya.
Anda yang sudah menjadi orangtua pasti merasakan bagaimana seorang Ibu harus membagi waktunya yang hanya 24 jam itu untuk bisa mengelola sebuah rumah tangga. Pekerjaan yang tiada habisnya. Pekerjaan mencuci baju, menyetrika, membereskan rumah mungkin bisa minta orang lain melakukannya. Memasak juga bisa membeli yang sudah jadi, tapi jam mengasuh anak tidak ada habisnya bukan? Apalagi jika di rumah tidak ada asisten karena sekarang ART semakin langka, jika pun ada gajinya minta selangit. Belum lagi banyak ketidakcocokkan. Udah bayar mahal, ngeyel, minta banyak libur, gak rapih juga kerjanya. Bikin emosi jiwa saja ya ? He..he…he…



Karena itu sebelum anda menjadi depresi sendirian, maka libatkanlah anak anak dalam pekerjaan rumah tangga. Saya pernah membaca sebuah artikel yang meliput tentang sebuah keluarga di Indonesia yang punya 11 anak tanpa ART dan sering traveling ke luar negeri. Manajemen keluarganya TOP banget deh, dan kuncinya mereka melibatkan semua anaknya untuk ambil bagian dalam berbagai pekerjaan rumah tangga. Ada yang bertugas sebagai koki, menyetrika, mencuci, mengepel dll. Kompak banget deh. Asyik kan bisa memberdayakan sebuah keluarga seperti itu. Tidak ada yang meminta dilayani. Semua punya tugas dan tanggungjawab sendiri-sendiri. Saya yakin ke 11 anak mereka kelak akan menjadi orang dewasa yang bertanggungjawab, sukses dan mandiri.

Oh ya selain melibatkan anak-anak , faktor terpenting dalam meniadakan GENERASI “HOME SERVICE “ adalah peran ayah dalam mengerjakan perkerjaan rumah tangga. Di Indonesia masih banyak suami yang tidak mau terlibat dalam pekerjaan rumah tangga. Seakan-akan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, menyetrika, mengepel dll itu adalah aib buat seorang suami. Padahal menurut hasil penelitian, keikutsertaan para suami atau ayah dalam pekerjaan rumah tangga, berpengaruh positif terhadap keutuhan dan keharmonisan keluarga loh. Berbagi pekerjaan dalam rumah tangga antara suami dan istri tidaklah perlu dibuat jobdesknya secara tertulis, tetapi buatlah semuanya sesuai dengan kesempatan yang mereka punya. Karena jika dibuat jobdesk bisa membuat pertengkaran apabila salah satu ada yang abai menyelesaikan pekerjaannya dan yang lain tidak mau mengerjakan karena merasa itu bukan tugasnya. Ayah yang menjadi contoh mengerjakan pekerjaan rumah tangga juga akan menjadi teladan langsung bagi anak laki-lakinya bahwa pekerjaan rumah tangga itu tak mengapa dilakukan seorang laki-laki.
Peran serta ayah dalam membantu pekerjaan rumah tangga ternyata berdampak positif pada hubungan antara anak dengan ayahnya. Rata-rata ayah yang terbiasa melakukan perkerjaan rumah tangga terbukti sangat dekat dengan anaknya. Jika antara ayah dan anak sudah dekat maka hubungan suami dan istri pun akan semakin harmonis. Pengalaman pribadi nih, suami saya suka sekali membacakan buku buat anak kami sebelum tidur. Itu membuat kedekatan emosi diantara keduanya terjalin sangat dalam. Anak saya tak pernah berhenti memuja ayahnya. Ternyata hal itu membuat saya makin mencintai suami karena dia memang sosok yang baik, apalagi dia juga memang tidak segan membantu pekerjaan rumah tanpa saya memintanya. Buat saya, suami yang mau melakukan pekerjaan rumah tangga itu lebih macho dan ganteng dari actor sekaliber Brad Pitt atau Jason Stanham dari Holywood. Betul gak??
Jadi sudah siapkah keluarga anda meniadakan GENERASI “HOME SERVICE?” Yuk kita sama sama mulai dari sekarang demi kebaikan dan masa depan anak-anak kelak. (Penulis: Deassy Marlia Destiani)

Wednesday 19 August 2015

:: Rekening Bank Emosional ::

Apakah anda pernah mendengar tentang konsep rekening bank emosional? Prinsip ini dapat pula efektif dalam membangun hubungan-hubungan kita dengan orang-orang yang dengannya Anda perlu berhubungan dengan teratur. Bawalah konsep ini untuk memahami rekening bank emosional Anda—kiasan sederhana yang menggambarkan jumlah rasa percaya yang kita bangun dalam hubungan kita dengan orang lain. Tabungan apa saja yang bisa Anda buat dengan orang-orang di tempat kerja, di tempat ibadah, atau di tempat tinggal Anda? Simaklah jenis-jenis mata uang berikut ini:

1. MATA UANG PENGERTIAN

Sediakanlah waktu untuk memahami mereka yang ada di sekitar Anda. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Memahami seseorang harus Anda lakukan terlebih dahulu sebelum Anda bisa membangun sebuah hubungan. Supaya dapat menabung di rekening bank emosional seseorang, Anda harus menemukan apa yang penting bagi orang tersebut; dan hal tersebut haruslah menjadi SAMA PENTINGNYA bagi Anda. Idealnya, kita sebaiknya berusaha untuk dapat selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Kerelaan membantu sesama adalah perwujudan dari kasih. Pada saat melakukan hal ini Anda telah mengesahkan apa yang penting bagi rekan Anda.

2. MATA UANG KEMAMPUAN UNTUK DIANDALKAN

Menepati komitmen-komitmen Anda adalah sebuah pernyataan dari kemampuan Anda untuk dapat diandalkan. Jika Anda adalah orang yang menepati perkataan Anda, orang lain dapat menceritakan masalah, bahkan rahasianya kepada Anda dengan perasaan aman. Kemampuan Anda untuk dapat diandalkan membuat orang tertarik pada Anda dan biasanya Anda akan sering dimintai pendapat.

3. MATA UANG INTEGRITAS

Integritas adalah menyesuaian perkataan kita dengan kenyataan. Anda berbuat seperti yang Anda katakan, rasakan, pikirkan, dan lakukan. Anda menepati janji dan memenuhi harapan. Anda adalah autentik! JADILAH AUTENTIK. Artinya Anda tidak memiliki keinginan sedikitpun untuk melakukan tipu muslihat yang tak terlihat maupun yang terlihat dalam perlakuan dan perkataan Anda. Jika Anda adalah orang yang memiliki integritas, Anda memperlakukan semua orang dengan prinsip-prinsip yang sama, tanpa memperdulikan mereka ada di hadapan Anda atau tidak. Idealnya adalah kita berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi orang yang berlaku tak bercela, seperti: selalu melakukan apa yang adil dan mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, berpegang pada janji yang telah diucapkan walaupun rugi, tidak menyebarkan fitnah, tidak berbuat jahat terhadap teman atau orang yang mempercayainya, tidak memandang hina orang lain, tidak mencela & menghakimi orang-orang lain yang memiliki prinsip serta nilai-nilaiyang berbeda.

4. MATA UANG RASA HORMAT

Ada tiga level rasa hormat pada manusia.
• Level pertama adalah rasa hormat yang wajar atau seharus-nya.
• Level kedua adalah rasa hormat yang didasarkan pada karakter.
• Level yang ketiga adalah rasa hormat yang didasarkan pada perbuatan.
5. MATA UANG SIKAP MENTAL
Sikap mental adalah cara Anda berpikir, merasakan, atau memandang sesuatu. Beberapa hal yang Anda katakan pada diri sendiri adalah cerminan dari keyakinan dan sikap mental Anda tentang diri Anda. Jika yang Anda katakan negatif dan meremehkan diri sendiri, hal tersebut juga mempengaruhi bagaimana Anda merespon orang lain. Sikap orang-orang terhadap Anda dapat memengaruhi Anda! Anda tidak dapat mengendalikan apa yang orang lain pikirkan; tetapi Anda dapat mengendalikan dua hal:
1. Apa yang Anda katakan tentang Anda pada diri Anda sendiri, dan
2. Bagaimana Anda merespon apa yang orang lain katakan tentang Anda

6. MATA UANG MENDENGARKAN

Salah satu alasan seseorang tertarik kepada orang lain adalah karena ia didengarkan. Ada lima pesan dalam apa yang Anda katakan:
1. Apa yang Anda maksudkan
2. Apa yang Anda katakan
3. Apa yang didengar oleh orang lain
4. Apa yang menurut orang lain ia dengar
5. Apa yang dikatakan orang lain tentang apa yang Anda katakan.
7. MATA UANG DORONGAN SEMANGAT
Untuk dapat menjadi seorang pendorong semangat Anda harus memiliki sikap optimis. Dorongan semangat adalah memberikan inspirasi, meneruskan jalan yang telah dipilih, menanamkan semangat dan rasa percaya.
Dorongan semangat bukanlah suatu hal yang diberikan karena suatu prestasi. Pada saat Anda memberikan dorongan semangat, Anda menyampaikan pesan negative dengan cara yang positif. Yaitu dengan cara menemukan hal-hal yang membangun dan positif dalam berbagai situasi.

sumber: http://www.inspirasidaily.com/)
picture from Google