Monday, 16 October 2017

Saya menolak move on

SAYA MENOLAK MOVE ON

Sebuah pesan masuk ke inbox saya. "Pilkada Jakarta sudah lewat. Ahok sudah dipenjara. Move on, dong," ledeknya. Pesan ini menanggani tulisan saya soal apa untungnya umat Islam dengan kemenangan Anies-Sandi.

Saya gak tahu makna move on yang dimaksud. Mungkin dia ingin berkata, sudahlah jangan bahas soal Pilkada Jakarta lagi. Segala keributan yang terjadi pada Pilkada sudah selesai. Kini Anies-Sandi akan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur baru. Itulah kenyataannya.

Jika Pilkada hanya sekedar perhelatan politik lima tahunan, saya memang gak mau memikirkannya lagi. Saya setuju perhelatan itu sudah selesai dan kini jakarta memiliki Gubernur baru. Itu faktanya. Bagi saya sendiri yang bukan bagian dari tim sukses, bukan termasuk organ relawan dan bukan warga Jakarta juga, gak ada urusannya terus menerus berkubang dengan menang dan kalah dalam Pilkada yang lalu.

Secara pribadi, kemenangan Anies-Sandi tidak berdampak langsung untuk saya. Jikapun Ahok-Djarot yang menang, tidak ada juga berdampak bagi kepentingan pribadi saya juga. Jadi jika cuma dilihat sebagai permainan politik, mudah saja melupakan segala hiruk-pikuk dalam Pilkada lalu kembali menatap masa depan. Kenyataannya Gubernur baru sudah terpilih. Itu mungkin yang dimaksud dengan move on oleh si pengirim pesan.

Tapi, mengapa saya menolak 'move on' dan terus membahas soal Pilkada Jakarta? Sebab di mata saya ini adalah Pilkada terburuk dalam sejarah. Fitnah dan caci maki diumbar. Agama dijadikan slogan untuk memenangkan pertarungan politik. Rakyat dirobek-robek dalam kubangan kebencian.

Islam sebagai ajaran yang sejuk diubah menjadi slogan kebencian. Bagi saya, bukan soal Pilkadanya. Tapi soal bagaimana usaha memecah belah bangsa ini dilakukan untuk sebuah kekuasaan. Dan itu sangat berbahaya bagi masa depan Indonesia.

Saya tidak akan pernah melupakan itu, sampai kapanpun. Akan saya ingat dan akan terus saya kumandangkan kejadian Pilkada Jakarta agar bagsa ini tidak menjadi bangsa yang kerdil. Agar agama tidak lagi dijadikan tunggangan politik. Agar emosi keagamaan rakyat tidak melulu dibakar yang pada akhirnya merusak kehidupan kita.

Kita tahu, ada strategi yang merusak yang dilakukan hanya demi kemenangan politik saat Pilkada Jakarta. Polisi menangkap penyebar fitnah Saracen, dan kita tahu mereka juga diorder untuk menyebarkan isu pada Pilkada Jakarta lalu.

Mau tahu dampak segala fitnah itu? Rakyat terpolarisasi dalam kubangan kebencian. Orang bisa dengan mudah mengkafir-kafirkan saudaranya. Intoleran dan kecurigaan bertebaran. Intimidasi dimana-mana.

Jadi apa saya harus move on, dengan segala kejadian itu? Tidak! Dan saya merasa tidak akan pernah move on untuk terus megingatkan bahwa cara-cara politik brutal seperti itu sungguh berbahaya buat hidup berbangsa. Bahwa cara-cara seperti itu sama dengan orang yang mau mendapat keuntungan dari kehancuran bangsa ini.

Bagi masa depan bangsa ini resikonya terlalu besar jika dibiarkan begitu saja.

Jika orang berkata saya tidak bisa move on karena kekalahan Ahok-Djarot, sebetulnya saya juga tidak pernah mau move on dengan kasus Pilpres 2014 lalu.  Kita tahu, pada Pilpres 2014 lalu kasus serupa juga terjadi. Fitnah disarangkan pada Pak Jokowi. Yang Jokowi PKI-lah, anak angkat-lah, antek asing-lah. Politik fitnah semacam itu yang belakangan menghiasi hidup kita. Dan tampaknya akan terus dimainkan para kampret.

Jadi bukan soal kalah menang dalam politik yang membuat saya tidak bisa move on. Saya gak mau move on, atau melupakan begitu saja semua strategi politik yang berbahaya bagi bangsa ini. Apalagi tampaknya strategi konyol dan brutal itu mau terus digunakan dalam berbagai perhelatan politik.

Jadi saya menolak move on dan akan terus berteriak soal bahayanya politisisasi agama. Bahayanya fitnah dan adu domba jika dijadikan strategi kemenangan politik. Itu berkenaan dengan masa depan kita. Masa depan anak-anak kita.

"Tapi soal Raisa dan Hamish Daud, sudah move on, kan mas?," tanya Bambang Kusnadi. "Kalau soal Raisa belum move on juga, ayo kita kepung Istana!"

Eko Kuntadhi

Wednesday, 20 September 2017

Istilah-istilah dalam Dunia Perhotelan(part 1)

Buat kamu yang kepengen kerja di dunia perhotelan, dan memulainya dari nol banget alias dulu waktu sekolah mungkin di sekolah umum, begitu juga pas kuliah, pastinya kamu bakal berurusan dengan istilah-istilah di bawah ini. Selain menambah wawasan, bisa juga membantu kamu saat interview. Terkadang ada HR yang menanyakan istilah-istilah ini untuk mengetahui keseriusan kamu untuk bekerja di hotel. Kan gak lucu kalau pas di interview kita gak bisa jawab sama sekali. Atau kadang ketika kamu liat ada lowongan pekerjaan dengan posisi-posisi yang agak asing di telinga, naa supaya nggak bingung, lebih baik kamu ketahui istilah-istilah di bawah ini.


  1.  Security : seseorang yang bertugas menjaga kemanan hotel agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Security biasanya ada di bawah departemen Human Resources. Biasanya ada security yang di ambil dari outsources atau ada juga yang diangkat langsung dibawah manajemen hotel.
  2. Bell boy: seseorang yang bertugas membantu tamu hotel, mulai dari mengangkat tas koper, membersihkan kamar, membelikan sesuatu, dan tugas-tugas lainnya yang bersifat melayani tamu.
  3. Suite room: kamar yang mahal dan terbaik di hotel.
  4. Single bed: kamar yang berisi 2 kasur ukuran kecil. Biasanya disebut twin sharing.
  5. Double bed: kamar yang berisi 1 kasur besar dan sering disebut king size room.
  6. Pool side: kamar yang berada tepat di samping kolam renang.
  7. Breakfast: sarapan.
  8. Buffet: penyajian makanan yang dilakukan dalam bentuk prasmanan.
  9. A la carte: penyajian makanan dengan cara taking order, seperti di warung atau lesehan.
  10. Cocktail: minuman dengan alkohol.
  11. Mocktail: minuman tanpa alkohol.
  12. Booking atau reserve: memesan kamar.
  13. Blocking room: kamar yang diblok untuk suatu keperluan.
  14. Check in: saat datang dan mengambil kunci pertama kali datang.
  15. Check out: saat keluar dan membayar tagihan kamar hotel.
  16. Check out time: batas waktu check out.
  17. Late check out: waktu kelonggaran yang diberikan pengelola hotel setelah melewati batas check out.
  18. Room rate atau rate: harga atau biaya sewa kamar.
  19. Contract Rate: harga kamar yang diberikan pihak hotel ke travel agent berdarsarkan term and condition.
  20. Agent rate: harga kamar yang dikhususkan untuk travel agent. 
  21. Lobby: ruang utama hotel.
  22. Fully booked: ketersediaan kamar yang sudah habis.
  23. Bar atau lounge: tempat bersantai berbentuk resto dengan musik.
  24. Minibar: fasilitas hotel yang ada di dalam kamar yang disewa, yang berupa kulkas kecil dengan isi lengkap di dalamnya. Kebanyakan hotel menerapkan charge tersendiri dan dibedakan dengan biaya kamar.
  25. Bill: tagihan biaya hotel.
  26. Concierge: bagian pelayanan tamu hotel. Bell boy ada dalam struktur team concierge. Divisi ini biasanya tersedia di hotel mewah.
  27. Pick up service: layanan penjemputan maupun pengantaran. Biasanya dari bandara ke hotel dan sebaliknya. Layanan ini bisa saja menggunakan armada operasional milik hotel atau ada juga yang bekerjasama dengan rental mobil.
  28. Compensation: pelayanan ekstra yang diberikan kepada tamu atas dasar kesalahan atau kekurangan yang dimiliki hotel sebagai bayaran atas kesalahan tersebut.
  29. Vacuum: membersihkan kotoran yang berada di kamar ataupun kolam renang.

Baiklah segitu dulu. Nanti saya update lagi ya. Masih banyak istilah istilah perhotelan yang lain, itu baru sebagian kecil.


Thank you.



Lowongan Kerja Hotel Palembang 2017