Pertanyaan itu menggelitik hati saya.Tik kitik kitik geli geli gimana gitu hehe...
Ketika saya pergi ke kawinan atau ke mall atau pernah di bandara, saya beberapa kali ngeliat pasangan yang punya anak kecil kecil bawa nanny mereka atau babysitter, ada perasaan gimanaaaaaa gitu ngeliat babysitter nya pakai seragam.
Seragam, kalo bagi sebuah perusahaan adalah sebuah identitas. Mengenakan seragam menjadi suatu kebanggaan bagi pemakainya, apalagi berada di dalam sebuah perusahaan yang bonafide atau berprestasi. terkadang seragam juga dapat menjadi media promosi.
Kembali lagi ke soal seragam babysitter. Seperti yang kita tahu, baju seragam babysitter biasanya di dominasi warna putih. Untuk bawahan ada yang celana panjang ada yang sebatas dengkul. dan kadang di bagian kerah dan lengan ada yang di kasih list warna pink atau biru.
Pokoke kalo di tengah tengah pasar atau keramaian, orang akan dengan mudah tahu bahwa itu adalah seorang babysitter hehe.
Untuk designernya sendiri sepertinya saya nggak tahu siapa hihihihi...
Tapi yang jelas dari warnanya yang putih, tujuannya(menurut saya hehehe)adalah biar keliatan bersih dan steril karena berhubungan dengan anak kecil atau bayi.
Tapi saya nggak tau apakah seragam baby sitter membuat bangga pemakainya ....
Tapiiiiii, tetep ada yang mengusik pikiran saya dengan seragam itu.
Dalam pandangan saya(dalam pandangan saya loh yaaa jangan marahhh), ketika di mall atau di acara acara keluarga dimana ada sekeluarga yang bawa baby sitter, saya ngeliat muka baby sitter itu kayak minder, tidak confidence dan nggak nyaman. Dan dia seperti di awasi karena bajunya yang spesial tadi. Nggak tau kalau menurut orang lain yaaa... tapi saya ngeliatnya gituu....Tapi mungkin juga karena emang si baby sitter aslinya orangnya minderan hehehe bukan karena bajunya.
Saya kadang kasian ngeliatnya. Udah gajinya kecil, kalo dia dari penyalur babysitter di potong pula, kerjaannya kadang ngerangkap, ngerjain pekerjaan rumah tangga juga plus make baju yang "spesial" pula yang buat mereka minder.
Pertanyaan yang muncul di benak saya ketika seseorang atau pasangan memutuskan untuk memakai seorang baby sitter yang berseragam adalah :
1. Apakah biar keliatan semua orang bahwa dia "babysitter"(bukan bagian keluarga) dan kita majikan?
2. Sebuah prestise kah?
3. Biar keliatan hygiene kah?
4. Biar keliatan modernkah?
5. Biar keliatan bahwa si baby sitter adalah seseorang yang di gaji untuk mengasuh anak kita?
6. tolong dong di tambahin hehehe....
Ada human right yang terusik disitu . hmm dalemm . Apalagi kalau pagi sore malem dia pake seragam itu walaupun mungkin warnya beda beda, kayak gak punya kebebasan gitu ....
Tapi yaahhh..nasib manusia memang berbeda beda...Sungguh sangat beruntung ada orang yang punya banyak uang, berpendidikan, Sholat lima waktu, gemar menabung(lohh) dan tercapai semua keinginannya.
Tapi yah sayang juga jika kemudian dia mempertegas statusnya dengan membedakan tempat tidurnya, makanannya, pakaianya dan lebih disayangkan lagi jika
dia mempertegas ke khalayak umum bahwa “yuhuuu....aku majikan lohh dan dia adalah pembantuku”
dengan memberikan pakaian yang berbeda.
Kenapa sih kita harus membedakan seseorang dengan mempertegas status seseorang dengan pakaian hiks hiks? sedihhhh...(nangis guling guling)
Saya sih alhamdulillah punya anak 4 gak pernah ada yang namanya baby sitter...selain karena gak mampu bayar hahaha saya rasa juga belum perlu.
Tarohlah anak pertama udah bujang, udah 3 SMP, tapi adek adeknya bo' masih krucil krucil...yang satu 6 th, 5 th dan 3 tahun..emejing kann.....
Tapi memang kalo saya kerja, anak saya yang kecil di asuh sama waknya(Ibu Tita) dan gak saya pakein seragam lohh hahahaa...yang dua lagi sama ayahnya yang ganteng. hehehe
Tapi emang sedikit repot kalo jalan ke mall, hadehhh yang lari lari, yang mau ke sini yang mau ke situ. tapi untung karena keseringan bokek jadi jarang ke mall hahaha....
Kalo di rumah sih gak jadi masalah... yang nangis yang coret coret dinding, yang numpahin air, yang mau belajar makan sendiri trus berantakan, yang berantem, itu udah biasa saya alamin. Dan saya gak perlu baby sitter segala hahaha...
Kebayang kan waktu umur mereka lebih kecil dari sekarang? lebih seru lagi pokoknya hehehe...
Yah segitu saja yang bisa saya tulis... tidak bermaksud mendiskreditkan siapa siapa. jangan tersinggung ya.
Gambar dari google
Friday, 16 October 2015
Thursday, 15 October 2015
Matematika Kehidupan
Ada seorang sahabat, sebut saja namanya Hasan. Orangnya bersahaja. Ia punya “kebiasaan” yg menurut saya sangat langka.
Kalo beli sesuatu dari “pedagang kecil”, ia tidak mau menawar, bahkan seringkali jika ada uang kembalian, selalu diberikan pada pedagangnya.
Pernah suatu saat kami naik mobilnya, mampir di SPBU. Hasan berkata kpd Petugas SPBU: Tolong diisi Rp 90 ribu saja. Sang Petugas merasa heran. Iapun balik bertanya: “Kenapa tidak sekalian Rp 100 ribu pak ?”
“Tidak apa-apa, isi saja Rp 90 ribu,” balas Hasan.
Selesai diisi bensin, Hasan memberikan uang Rp 100 ribu. Sang petugas pun memberikan uang kembalian Rp 10 rib. Hasan berkata: “Gak usah, ambil saja kembaliannya.”
Sang petugas SPBU seperti tidak percaya. Ia pun berucap: “Terima kasih Pak. Seandainya semua orang spt Bapak, tentu hidup kami akan lebih sejahtera dengan gaji pas-pasan sebagai pegawai kecil”.
Saya tertegun dengan perilaku Hasan dan juga petugas tersebut.
Di dalam perjalanan, saya bertanya pada sahabat saya tersebut : “Sering melakukan hal seperti itu ?”
Hasan menjawab: “Sahabatku, kita tidak mungkin bisa mengikuti semua perintah Allah. Lakukanlah hal-hal kecil yang bisa kita lakukan di sekeliling kita, yang penting konsisten.
Kita tidak akan jatuh miskin jika setiap mengisi bensin kita bersedekah 10 ribu kepada mereka. Uang 10 ribu itupun tdk akan membuat dia kaya tapi yang jelas membantu dan membuat
hatinya bahagia.
Saudaraku...
Hiduplah setiap hari dengan matematika kehidupan...
mengalikan (x) kegembiraan,
mengurangi (-) kesedihan,
menambahkan (+) semangat,
membagi (÷) kebahagiaan, dan
menquadratkan cinta & kasih sayang antar sesama. (Sumber: http://arisfandito.tumblr.com/)
Kalo beli sesuatu dari “pedagang kecil”, ia tidak mau menawar, bahkan seringkali jika ada uang kembalian, selalu diberikan pada pedagangnya.
Pernah suatu saat kami naik mobilnya, mampir di SPBU. Hasan berkata kpd Petugas SPBU: Tolong diisi Rp 90 ribu saja. Sang Petugas merasa heran. Iapun balik bertanya: “Kenapa tidak sekalian Rp 100 ribu pak ?”
“Tidak apa-apa, isi saja Rp 90 ribu,” balas Hasan.
Selesai diisi bensin, Hasan memberikan uang Rp 100 ribu. Sang petugas pun memberikan uang kembalian Rp 10 rib. Hasan berkata: “Gak usah, ambil saja kembaliannya.”
Sang petugas SPBU seperti tidak percaya. Ia pun berucap: “Terima kasih Pak. Seandainya semua orang spt Bapak, tentu hidup kami akan lebih sejahtera dengan gaji pas-pasan sebagai pegawai kecil”.
Saya tertegun dengan perilaku Hasan dan juga petugas tersebut.
Di dalam perjalanan, saya bertanya pada sahabat saya tersebut : “Sering melakukan hal seperti itu ?”
Hasan menjawab: “Sahabatku, kita tidak mungkin bisa mengikuti semua perintah Allah. Lakukanlah hal-hal kecil yang bisa kita lakukan di sekeliling kita, yang penting konsisten.
Kita tidak akan jatuh miskin jika setiap mengisi bensin kita bersedekah 10 ribu kepada mereka. Uang 10 ribu itupun tdk akan membuat dia kaya tapi yang jelas membantu dan membuat
hatinya bahagia.
Saudaraku...
Hiduplah setiap hari dengan matematika kehidupan...
mengalikan (x) kegembiraan,
mengurangi (-) kesedihan,
menambahkan (+) semangat,
membagi (÷) kebahagiaan, dan
menquadratkan cinta & kasih sayang antar sesama. (Sumber: http://arisfandito.tumblr.com/)
Thursday, 20 August 2015
Generasi yang selalu minta di layani
: MEMBASMI GENERASI “HOME SERVICE” ::
Apa itu generasi “HOME SERVICE?” Generasi “HOME SERVICE” adalah generasi yang selalu minta dilayani. Ini terjadi pada anak-anak yang hidupnya selalu dilayani oleh orangtuanya atau orang yang membantunya. Mulai dari lahir mereka sudah diurus oleh pembantu, atau yang punya kekayaan berlebih diasuh oleh Babysitter yang setiap 24 jam siap di samping sang anak. Kemana-mana anak diikuti oleh babysitter. Bahkan sampai umur 9 tahun saja ada Babysitter yang masih mengurus keperluan si anak karena orangtuanya sibuk bekerja. Anak tidak dibiarkan mencari solusi sendiri. Contoh kecil saja, membuka bungus permen yang akan dimakan anak. Karena terbiasa ada babysitter atau ART, anak dengan mudahnya menyuruh mereka membukakan bungkusnya. Tidak mau bersusah payah berusaha lebih dulu atau mencari gunting misalnya.
Contoh lain memakai kaus kaki dan sepatu. Karena tak sabar melihat anak mencoba memakai sepatunya sendiri maka orang dewasa yang di sekitarnya buru-buku memakaikan kepada anak. Saat anak sudah bisa makan sendiri, orangtua juga seringkali masih menyuapi karena berpikir jika tidak disuapi makannya akan lama dan malah tidak dimakan. Padahal jika anak dibiarkan tidak makan, maka anak tidak akan pernah merasa apa namanya lapar. Dan saat lapar datang seorang anak secara otomatis akan memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Bagaimana dia akan belajar makan sendiri jika dia tidak pernah merasakan apa itu namanya lapar? Bagaimana dia akan belajar membuat minuman sendiri jika dengan hanya memanggil ART atau babysitter atau orangtuanya saja minuman itu akan datang sendiri kepadanya.
Saya mengutip perkataan seorang Psikolog dari Stanford University, Carol Dweck, beliau menulis temuan dari eksperimennya dalam buku The New Psychology of Success, , “Hadiah terpenting dan terindah dari orangtua pada anak-anaknya adalah tantangan”. Tapi beranikah semua orangtua memberikan hadiah itu pada anak? Faktanya saat ini banyak orangtua yang ingin segera menyelesaikan dan mengambil alih masalah anak, bukan memberikan tantangan. Saat anak bertengkar dengan temannya karena berebut mainan, orangtua malah memarahi teman anaknya itu dan membela sang anak. Ada pula yang langsung membawanya pulang dan bilang, ”udah nanti Ibu belikan mainan seperti itu yang lebih bagus dari yang punya temanmu..gak usah nangis”.
Padahal Ibu tersebut bisa mengatakan, “Oh kamu ingin mainan seperti yang punya temanmu ya? Gak usah merebutnya sayang… kita nabung dulu ya nanti kalau uangnya sudah cukup kita akan sama-sama ke toko mainan membeli mainan yang seperti itu”. Kira-kira bagaimana jika Ibu mengatakan demikian? Ada tantangan yang diberikan pada anak bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang dia ianginkan maka dia harus berusaha untuk menabung dulu. Tidak lantas mengambil alih bahwa everything oke…ada Ibu dan ayah disini yang akan mengatasi segala masalahmu nak.
Dalam keseharian Generasi “HOME SERVICE “ semua pekerjaan rumah tangga tak pernah melibatkan anak. Saat anak membuat kamarnya berantakan langsung memanggil asisten untuk segera merapihkan kembali. Anak menumpahkan air di lantai, di lap sendiri oleh Ibunya. Anak membuang sampah sembarangan, dibiarkan saja menunggu ART menyapu nanti. Dalam hal belajar saat anak sulit belajar, orangtua telpon guru les untuk privat di rumah. Dalam hal bersosialisasi saat anaknya nabrak orang sampai mati di jalan karena harusnya belum punya SIM malah sudah bawa kendaraan sendiri. Orangtuanya langsung menyuap polisi agar anaknya tidak diperkarakan dan dipenjarakan. Beres kan…hidup ini tidak susah nak…selama orangtuamu ada di sampingmu. Iya kalau orangtuanya kaya terus…iya kalau orangtuanya hidup terus…semua kan tak pernah bisa kita duga. Generasi inilah yang nantinya akan melahirkan orang dewasa yang tidak bertanggungjawab. Badannya dewasa tapi pikirannya selalu anak-anak, karena tak pernah bisa memutuskan sesuatu yang terbaik buat dirinya. Mau gimana lagi? Memang dididiknya begitu…Sekolah yang carikan orangtua. Jodoh yang carikan orangtua. Rumah yang belikan orangtua, Kendaraan yang belikan juga orangtua. Giliran punya cucu yang mengasuh dan jadi pembantu di rumahnya juga ya si orangtuanya. Kasian banget ya…sudah modalin banyak ternyata orangtua tipe begini hanya akan berakhir jadi kacung di rumah anaknya sendiri. Maaf kalau saya menggunakan istilah ‘kacung” karena saya betul-betul prihatin kepada orangtua yang terlalu menjadi pelindung bagi anaknya, bahkan nanti buat cucunya juga. Kapan bisa mandirinya tuh anak.
Sahabat Nabi Ali Bin ABi Thalib RA sudah memberikan panduan dalam mendidik anak : “Ajaklah anak bermain pada tujuh tahun pertama, disiplinkanlah anak pada tujuh tahun kedua dan bersahabatlah pada anak usia tujuh tahun ketiga.” Jadi anak umur 7 tahun ke bawah memang dididik sambil bermain. Berikan tanggungjawab pada mereka meski masih harus didampingi seperti misalnya mandi sendiri, membereskan mainan, makan sendiri, membuang sampah dll. Untuk anak usia 7 sd 14 tahun mulailah mendisiplinkannya. Misalnya menyuruhnya shalat tepat waktu, belajar berpuasa, mengerjakan PR sepulang sekolah, menyiapkan buku untuk esok pagi, membantu mencuci piring yang kotor, menyapu halaman rumah dll. Apabila anak umur 7 sd 14 tahun itu tidak melakukan kewajibannya maka perlu diingatkan agar dia menjadi terbiasa dan disiplin.
Untuk anak usia 14 sd 21 tahun maka orangtua harusnya bisa bersikap sebagai sahabat atau teman akrab. Orang tua perlu menolong anak untuk belajar bagaimana menggunakan waktunya, dan mengajari anak tentang skala prioritas. Dalam hal ini terkadang orangtua sering merasa kasihan. Karena semakin besar usia anak, maka semakin sibuk dia dengan kegiatan akademiknya. Anak ikut les ini dan itu, kegiatan ekstrakulikuler yang menyita waktu, kerja kelompok dll. Merasa anaknya tidak punya waktu, lalu orang tua, membebaskan anak dari pekerjaan rumah tangga. Padahal skill yang terpenting dalam kehidupan itu bukan hanya dari sisi akademik saja tapi bagaimana dia menghadapi rutinitas yang ada dengan segala keterbatasan waktunya.
Anda yang sudah menjadi orangtua pasti merasakan bagaimana seorang Ibu harus membagi waktunya yang hanya 24 jam itu untuk bisa mengelola sebuah rumah tangga. Pekerjaan yang tiada habisnya. Pekerjaan mencuci baju, menyetrika, membereskan rumah mungkin bisa minta orang lain melakukannya. Memasak juga bisa membeli yang sudah jadi, tapi jam mengasuh anak tidak ada habisnya bukan? Apalagi jika di rumah tidak ada asisten karena sekarang ART semakin langka, jika pun ada gajinya minta selangit. Belum lagi banyak ketidakcocokkan. Udah bayar mahal, ngeyel, minta banyak libur, gak rapih juga kerjanya. Bikin emosi jiwa saja ya ? He..he…he…
Karena itu sebelum anda menjadi depresi sendirian, maka libatkanlah anak anak dalam pekerjaan rumah tangga. Saya pernah membaca sebuah artikel yang meliput tentang sebuah keluarga di Indonesia yang punya 11 anak tanpa ART dan sering traveling ke luar negeri. Manajemen keluarganya TOP banget deh, dan kuncinya mereka melibatkan semua anaknya untuk ambil bagian dalam berbagai pekerjaan rumah tangga. Ada yang bertugas sebagai koki, menyetrika, mencuci, mengepel dll. Kompak banget deh. Asyik kan bisa memberdayakan sebuah keluarga seperti itu. Tidak ada yang meminta dilayani. Semua punya tugas dan tanggungjawab sendiri-sendiri. Saya yakin ke 11 anak mereka kelak akan menjadi orang dewasa yang bertanggungjawab, sukses dan mandiri.
Oh ya selain melibatkan anak-anak , faktor terpenting dalam meniadakan GENERASI “HOME SERVICE “ adalah peran ayah dalam mengerjakan perkerjaan rumah tangga. Di Indonesia masih banyak suami yang tidak mau terlibat dalam pekerjaan rumah tangga. Seakan-akan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, menyetrika, mengepel dll itu adalah aib buat seorang suami. Padahal menurut hasil penelitian, keikutsertaan para suami atau ayah dalam pekerjaan rumah tangga, berpengaruh positif terhadap keutuhan dan keharmonisan keluarga loh. Berbagi pekerjaan dalam rumah tangga antara suami dan istri tidaklah perlu dibuat jobdesknya secara tertulis, tetapi buatlah semuanya sesuai dengan kesempatan yang mereka punya. Karena jika dibuat jobdesk bisa membuat pertengkaran apabila salah satu ada yang abai menyelesaikan pekerjaannya dan yang lain tidak mau mengerjakan karena merasa itu bukan tugasnya. Ayah yang menjadi contoh mengerjakan pekerjaan rumah tangga juga akan menjadi teladan langsung bagi anak laki-lakinya bahwa pekerjaan rumah tangga itu tak mengapa dilakukan seorang laki-laki.
Peran serta ayah dalam membantu pekerjaan rumah tangga ternyata berdampak positif pada hubungan antara anak dengan ayahnya. Rata-rata ayah yang terbiasa melakukan perkerjaan rumah tangga terbukti sangat dekat dengan anaknya. Jika antara ayah dan anak sudah dekat maka hubungan suami dan istri pun akan semakin harmonis. Pengalaman pribadi nih, suami saya suka sekali membacakan buku buat anak kami sebelum tidur. Itu membuat kedekatan emosi diantara keduanya terjalin sangat dalam. Anak saya tak pernah berhenti memuja ayahnya. Ternyata hal itu membuat saya makin mencintai suami karena dia memang sosok yang baik, apalagi dia juga memang tidak segan membantu pekerjaan rumah tanpa saya memintanya. Buat saya, suami yang mau melakukan pekerjaan rumah tangga itu lebih macho dan ganteng dari actor sekaliber Brad Pitt atau Jason Stanham dari Holywood. Betul gak??
Jadi sudah siapkah keluarga anda meniadakan GENERASI “HOME SERVICE?” Yuk kita sama sama mulai dari sekarang demi kebaikan dan masa depan anak-anak kelak. (Penulis: Deassy Marlia Destiani)
Wednesday, 19 August 2015
:: Rekening Bank Emosional ::
Apakah anda pernah mendengar tentang konsep rekening bank emosional? Prinsip ini dapat pula efektif dalam membangun hubungan-hubungan kita dengan orang-orang yang dengannya Anda perlu berhubungan dengan teratur. Bawalah konsep ini untuk memahami rekening bank emosional Anda—kiasan sederhana yang menggambarkan jumlah rasa percaya yang kita bangun dalam hubungan kita dengan orang lain. Tabungan apa saja yang bisa Anda buat dengan orang-orang di tempat kerja, di tempat ibadah, atau di tempat tinggal Anda? Simaklah jenis-jenis mata uang berikut ini:
1. MATA UANG PENGERTIAN
Sediakanlah waktu untuk memahami mereka yang ada di sekitar Anda. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Memahami seseorang harus Anda lakukan terlebih dahulu sebelum Anda bisa membangun sebuah hubungan. Supaya dapat menabung di rekening bank emosional seseorang, Anda harus menemukan apa yang penting bagi orang tersebut; dan hal tersebut haruslah menjadi SAMA PENTINGNYA bagi Anda. Idealnya, kita sebaiknya berusaha untuk dapat selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Kerelaan membantu sesama adalah perwujudan dari kasih. Pada saat melakukan hal ini Anda telah mengesahkan apa yang penting bagi rekan Anda.
2. MATA UANG KEMAMPUAN UNTUK DIANDALKAN
Menepati komitmen-komitmen Anda adalah sebuah pernyataan dari kemampuan Anda untuk dapat diandalkan. Jika Anda adalah orang yang menepati perkataan Anda, orang lain dapat menceritakan masalah, bahkan rahasianya kepada Anda dengan perasaan aman. Kemampuan Anda untuk dapat diandalkan membuat orang tertarik pada Anda dan biasanya Anda akan sering dimintai pendapat.
3. MATA UANG INTEGRITAS
Integritas adalah menyesuaian perkataan kita dengan kenyataan. Anda berbuat seperti yang Anda katakan, rasakan, pikirkan, dan lakukan. Anda menepati janji dan memenuhi harapan. Anda adalah autentik! JADILAH AUTENTIK. Artinya Anda tidak memiliki keinginan sedikitpun untuk melakukan tipu muslihat yang tak terlihat maupun yang terlihat dalam perlakuan dan perkataan Anda. Jika Anda adalah orang yang memiliki integritas, Anda memperlakukan semua orang dengan prinsip-prinsip yang sama, tanpa memperdulikan mereka ada di hadapan Anda atau tidak. Idealnya adalah kita berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi orang yang berlaku tak bercela, seperti: selalu melakukan apa yang adil dan mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, berpegang pada janji yang telah diucapkan walaupun rugi, tidak menyebarkan fitnah, tidak berbuat jahat terhadap teman atau orang yang mempercayainya, tidak memandang hina orang lain, tidak mencela & menghakimi orang-orang lain yang memiliki prinsip serta nilai-nilaiyang berbeda.
4. MATA UANG RASA HORMAT
Ada tiga level rasa hormat pada manusia.
• Level pertama adalah rasa hormat yang wajar atau seharus-nya.
• Level kedua adalah rasa hormat yang didasarkan pada karakter.
• Level yang ketiga adalah rasa hormat yang didasarkan pada perbuatan.
5. MATA UANG SIKAP MENTAL
Sikap mental adalah cara Anda berpikir, merasakan, atau memandang sesuatu. Beberapa hal yang Anda katakan pada diri sendiri adalah cerminan dari keyakinan dan sikap mental Anda tentang diri Anda. Jika yang Anda katakan negatif dan meremehkan diri sendiri, hal tersebut juga mempengaruhi bagaimana Anda merespon orang lain. Sikap orang-orang terhadap Anda dapat memengaruhi Anda! Anda tidak dapat mengendalikan apa yang orang lain pikirkan; tetapi Anda dapat mengendalikan dua hal:
1. Apa yang Anda katakan tentang Anda pada diri Anda sendiri, dan
2. Bagaimana Anda merespon apa yang orang lain katakan tentang Anda
6. MATA UANG MENDENGARKAN
Salah satu alasan seseorang tertarik kepada orang lain adalah karena ia didengarkan. Ada lima pesan dalam apa yang Anda katakan:
1. Apa yang Anda maksudkan
2. Apa yang Anda katakan
3. Apa yang didengar oleh orang lain
4. Apa yang menurut orang lain ia dengar
5. Apa yang dikatakan orang lain tentang apa yang Anda katakan.
7. MATA UANG DORONGAN SEMANGAT
Untuk dapat menjadi seorang pendorong semangat Anda harus memiliki sikap optimis. Dorongan semangat adalah memberikan inspirasi, meneruskan jalan yang telah dipilih, menanamkan semangat dan rasa percaya.
Dorongan semangat bukanlah suatu hal yang diberikan karena suatu prestasi. Pada saat Anda memberikan dorongan semangat, Anda menyampaikan pesan negative dengan cara yang positif. Yaitu dengan cara menemukan hal-hal yang membangun dan positif dalam berbagai situasi.
sumber: http://www.inspirasidaily.com/)
picture from Google
Apakah anda pernah mendengar tentang konsep rekening bank emosional? Prinsip ini dapat pula efektif dalam membangun hubungan-hubungan kita dengan orang-orang yang dengannya Anda perlu berhubungan dengan teratur. Bawalah konsep ini untuk memahami rekening bank emosional Anda—kiasan sederhana yang menggambarkan jumlah rasa percaya yang kita bangun dalam hubungan kita dengan orang lain. Tabungan apa saja yang bisa Anda buat dengan orang-orang di tempat kerja, di tempat ibadah, atau di tempat tinggal Anda? Simaklah jenis-jenis mata uang berikut ini:
1. MATA UANG PENGERTIAN
Sediakanlah waktu untuk memahami mereka yang ada di sekitar Anda. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Memahami seseorang harus Anda lakukan terlebih dahulu sebelum Anda bisa membangun sebuah hubungan. Supaya dapat menabung di rekening bank emosional seseorang, Anda harus menemukan apa yang penting bagi orang tersebut; dan hal tersebut haruslah menjadi SAMA PENTINGNYA bagi Anda. Idealnya, kita sebaiknya berusaha untuk dapat selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Kerelaan membantu sesama adalah perwujudan dari kasih. Pada saat melakukan hal ini Anda telah mengesahkan apa yang penting bagi rekan Anda.
2. MATA UANG KEMAMPUAN UNTUK DIANDALKAN
Menepati komitmen-komitmen Anda adalah sebuah pernyataan dari kemampuan Anda untuk dapat diandalkan. Jika Anda adalah orang yang menepati perkataan Anda, orang lain dapat menceritakan masalah, bahkan rahasianya kepada Anda dengan perasaan aman. Kemampuan Anda untuk dapat diandalkan membuat orang tertarik pada Anda dan biasanya Anda akan sering dimintai pendapat.
3. MATA UANG INTEGRITAS
Integritas adalah menyesuaian perkataan kita dengan kenyataan. Anda berbuat seperti yang Anda katakan, rasakan, pikirkan, dan lakukan. Anda menepati janji dan memenuhi harapan. Anda adalah autentik! JADILAH AUTENTIK. Artinya Anda tidak memiliki keinginan sedikitpun untuk melakukan tipu muslihat yang tak terlihat maupun yang terlihat dalam perlakuan dan perkataan Anda. Jika Anda adalah orang yang memiliki integritas, Anda memperlakukan semua orang dengan prinsip-prinsip yang sama, tanpa memperdulikan mereka ada di hadapan Anda atau tidak. Idealnya adalah kita berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi orang yang berlaku tak bercela, seperti: selalu melakukan apa yang adil dan mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, berpegang pada janji yang telah diucapkan walaupun rugi, tidak menyebarkan fitnah, tidak berbuat jahat terhadap teman atau orang yang mempercayainya, tidak memandang hina orang lain, tidak mencela & menghakimi orang-orang lain yang memiliki prinsip serta nilai-nilaiyang berbeda.
4. MATA UANG RASA HORMAT
Ada tiga level rasa hormat pada manusia.
• Level pertama adalah rasa hormat yang wajar atau seharus-nya.
• Level kedua adalah rasa hormat yang didasarkan pada karakter.
• Level yang ketiga adalah rasa hormat yang didasarkan pada perbuatan.
5. MATA UANG SIKAP MENTAL
Sikap mental adalah cara Anda berpikir, merasakan, atau memandang sesuatu. Beberapa hal yang Anda katakan pada diri sendiri adalah cerminan dari keyakinan dan sikap mental Anda tentang diri Anda. Jika yang Anda katakan negatif dan meremehkan diri sendiri, hal tersebut juga mempengaruhi bagaimana Anda merespon orang lain. Sikap orang-orang terhadap Anda dapat memengaruhi Anda! Anda tidak dapat mengendalikan apa yang orang lain pikirkan; tetapi Anda dapat mengendalikan dua hal:
1. Apa yang Anda katakan tentang Anda pada diri Anda sendiri, dan
2. Bagaimana Anda merespon apa yang orang lain katakan tentang Anda
6. MATA UANG MENDENGARKAN
Salah satu alasan seseorang tertarik kepada orang lain adalah karena ia didengarkan. Ada lima pesan dalam apa yang Anda katakan:
1. Apa yang Anda maksudkan
2. Apa yang Anda katakan
3. Apa yang didengar oleh orang lain
4. Apa yang menurut orang lain ia dengar
5. Apa yang dikatakan orang lain tentang apa yang Anda katakan.
7. MATA UANG DORONGAN SEMANGAT
Untuk dapat menjadi seorang pendorong semangat Anda harus memiliki sikap optimis. Dorongan semangat adalah memberikan inspirasi, meneruskan jalan yang telah dipilih, menanamkan semangat dan rasa percaya.
Dorongan semangat bukanlah suatu hal yang diberikan karena suatu prestasi. Pada saat Anda memberikan dorongan semangat, Anda menyampaikan pesan negative dengan cara yang positif. Yaitu dengan cara menemukan hal-hal yang membangun dan positif dalam berbagai situasi.
sumber: http://www.inspirasidaily.com/)
picture from Google
Thursday, 23 July 2015
Tulisan Idris Arpandai di Kompasiana.
Saya setuju dengan tulisan Idris Arpandai ini..Emang orang tua sekarang cenderung membanggakan nilai daripada attitude si anak. Di jalan sering kita melihat anak anak muda yang belum cukup umur sudah naik motor. ngebut pula plus knalpot yang berisiknya ampun. atau kadang kalo di bis kota, yang muda kayaknya cuek aja dengan orang tua yang berdiri.
Pelejaran etika emang seyogyanya yaa dari orang tua dulu di rumah, setelah itu baru peran guru di sekolah akan muncul. Saya kepengen banget anak anak saya mengerti dengan cara beretika di rumah maupun di sekolah. Yah pelan-pelanlah yaa..
Monggo di baca ..tulisan ini bukan tulisan saya tapi saya pikir tulisan ini sangat bermanfaat buat saya soo saya simpen hehehe....
http://www.kompasiana.com/idrisapandi/ketika-ridwan-kamil-menampar-wajah-pendidikan-kita_55af6f86b27a61a22b1e24ba
Rabu, 22 Juli 2015, Walikota Bandung Ridwan Kamil mem-posting sebuah foto di facebook di mana Kang Emil sapaan akrabnya menghukum seorang pengendara motor yang melanggar lalu lintas dengan menyuruhnya push up. Sontak foto itu mendapatkan ribuan like dan komentar intinya mendukung langkah sang walikota tersebut.
Sepanjang pengetahuan Penulis, baru kali ini ada kepala daerah yang menghukum pelanggar lalu lintas. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai bentuk kepedulian Sang Walikota terhadap ketertiban lalu lintas khususnya di Kota Bandung. Selama ini, urusan ketertiban lalu lintas diserahkan kepada polisi. Kalau jalanan macet, yang disalahkan adalah polisi. Padahal di samping tenaga personil kepolisian yang terbatas, juga para pengguna jalan yang tidak tertib dan tidak menaati rambu-rambu lalu lintas. Rambu-rambu lalu lintas yang terpasang di sepanjang jalan bukan dijadikan patokan yang harus taati, tetapi seolah-olah hanya asesoris jalan raya saja.
Di balik hukuman yang diberikan Kang Emil kepada pelanggar lalu lintas yang ternyata seorang sarjana tersebut, ada satu komentarnya yang menarik perhatian Penulis, yaitu “Ternyata kepintaran tidak berbanding lurus dengan kedisiplinan sederhana”. Dari komentar tersebut dapat disimpulkan bahwa Walikota Bandung tersebut mengkritisi gagalnya pendidikan dalam membentuk karakter manusia. Sekolah yang tinggi tidak menjamin seseorang memiliki kepribadian atau budi pekerti yang baik.
Komentar Kang Emil tersebut telah “menampar” wajah pendidikan kita yang selalu bangga dengan angka-angka yang tertera pada raport atau IPK. Kadang orang tua merasa bangga kalau nilai raport atau IPK anaknya sangat baik atau cumlaude, tetapi kurang memperhatikan bagaimana sikap, perilaku, tutur kata, dan sopan santunnya ketika bergaul di rumah, sekolah, atau di lingkungan sekitar.
Pendidikan Indonesia terlalu cognitive minded alias berorientasi kepada aspek kognitif, sementara aspek afektif dan psikomotornya kurang diperhatikan. Dampaknya, banyak orang yang pintar, tapi korupsi, suka melakukan plagiarisme, suka berkata-kata kotor, berperilaku tidak sopan, egois, emosional, tempramental, suka buang sampah sembarangan, suka melanggar lalu lintas, dan berbagai perilaku buruk lainnya.
“Tamparan” Ridwan Kamil tersebut perlu menjadi sarana introspeksi bagi para pemangku kepentingan pendidikan mulai dari tingkat paling tinggi sampai paling rendah untuk memperbaiki orientasi pendidikan. Menurut Driyarkara, hakikat pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia. Sepanjang manusia belum menjadi manusia seutuhnya, berarti pendidikan belum berhasil mencapai tujuannya.
Pendidikan adalah proses internalisasi nilai-nilai kebaikan kepada manusia agar dia menjadi manusia yang beradab, taat pada norma dan hukum, disiplin, memiliki etos kerja yang tinggi, memiliki moralitas dan budi pekerti yang baik. Pendidikan berlangsung dari mulai lingkup yang kecil seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan adalah sebuah proses yang tidak pernah berhenti, berlangsung sepanjang seorang manusia hidup di muka bumi. Dalam proses mendidik, hal yang perlu diperhatikan adalah perlu adanya keteladanan orang tua, guru, pemimpin, aparat pemerintah, aparat hukum, dan masyarakat secara umum.
Kurikulum 2013
Tahun 2013 Kemdikbud meluncurkan Kurikulum 2013 dimana kurikulum ini lebih menekankan kepada aspek sikap peserta didik. Peserta didik bukan hanya diarahkan memiliki pengetahuan yang keterampilan yang mumpuni tetapi juga memiliki sikap yang mantap. Sikap ini kaitannya dengan sikap spiritual yaitu seorang peserta didik menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Sementara sikap sosial adalah bagaimana seorang peserta memiliki kepribadian yang baik, seperti peduli dan mau membantu terhadap kesusahan orang, berjiwa toleran, mau bergotong royong, mau bekerja sama, menghormati perbedaan pendapat, jujur, disiplin, taat hukum, sopan, santun, mau berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain, mencintai lingkungan, dan sebagainya.
Penguatan sikap harus diawali dari lingkungan keluarga sebagai lingkungan yang paling kecil. Misalnya, ketika ingin menanamkan sikap taat berlalu lintas kepada anak, orang tua jangan mengizinkan anaknya yang belum cukup umur dan belum memiliki SIM untuk mengendarai sepeda motor, memberikan contoh tertib berlalu lintas, dan sebagainya. Lalu pihak sekolah dan Pemerintah/ Polri/ masyarakat melaksanakan pendidikan lalu lintas bagi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat. Dengan demikian, maka kasus pelanggaran sebagaimana yang diposting oleh Ridwan Kamil tersebut diharapkan tidak akan terulang lagi. Semoga...!!!
*) Keterangan Gambar: Walikota Bandung Ridwan Kamil menyuruh push up seorang pengendara motor yang melawan arus di jalan raya. (Foto : www.infobdg.com)
Subscribe to:
Posts (Atom)