Saturday, 30 December 2017

Belanja di warung pribumi

Tadi pagi saya belanja di pasar, beli bahan buat masak siang. Pertama beli ikan kakap. Penjualnya orang Batak. Istrinya Jawa. Terus, di tukang ikan lain saya beli ikan juga, untuk dibakar. Yang jual orang Sunda, istrinya Madura. Beli kelapa parut, yang jual orang Banten, tapi pemiliknya orang Minang. Beli bumbu sama orang Minang juga. Lalu beli sayur, genjer dan tauge, yang jual Sunda. Beli Mangga, yang jual Jawa. Kemudian beli telur, yang jual Cina.

Saya kebetulan tahu suku-suku penjual itu, baik dari logat maupun dari wajahnya. Tapi saya membeli barang mereka karena butuh. Saya belanja pada mereka karena mereka menyediakan kebutuhan saya.

Itu alasan waras untuk belanja.

Saya tidak pernah tahu apa agama mereka. Batak penjual ikan itu entah Islam atau Kristen. Uda penjual bumbu itu mungkin Islam, tapi mungkin juga bukan, karena bulan puasa sering saya lihat dia merokok. Koko penjual telur itu bisa jadi Kong Hu Cu, Kristen, Buddha, atau Islam.

Saya tidak pernah mau tahu apa agama mereka, karena bukan urusan saya. Saya belanja karena mereka menjual kebutuhan saya.

Ada orang-orang yang berkampanye untuk belanja pada orang pribumi saja, atau pada muslim saja. Bagaimana caranya? Tanya dulu agama penjualnya? Periksa KTP-nya? Lha, bagaiman kalau ternyata dia cuma Islam KTP?

Ada orang-orang yang mau hidup dengan cara yang pelik. Ketahuilah, mereka tidak sedang menjalankan ajaran Islam. Islam tidak mengajarkan hal-hal seperti itu. Mereka sedang menjalankan ajaran kebodohan.

By Hasan Abdulrahman

No comments:

Post a Comment