Data BPS terakhir tahun 2015, di Indonesia terdapat 44,5 juta
pekerja Milenial (lahir dalam rentang tahun 1982-1995) yang melesat
180,8% dari tahun 2010, dan sudah mendekati jumlah pekerja Gen-X
(lahir dalam rentang tahun 1965-1981) 52,3 juta yang mulai turun -8,2%
dibandingkan 2010. Pastinya sudah meninggalkan jauh jumlah pekerja Baby Boomer
(lahir dalam rentang tahun 1946-1964) yang tinggal 18 juta, jatuh
hampir separuh dari 2010. Diperkirakan di tahun 2016 ini, pekerja
Milenial di Indonesia sudah akan menyamai jumlah pekerja Gen-X atau bahkan melampaui pekerja dari dua generasi di atasnya.
Di tempat kerja, generasi Baby Boomer adalah generasi yang paling gila kerja dan kompetitif. Sukses di pekerjaan adalah segalanya, menyukai kestabilan, dan menghargai penghormatan. Etika kerja bagi generasi ini adalah jam kerja panjang menunjukkan komitmen karyawan. Lama bekerja dan pengabdian adalah ukuran kebanggaan dan sukses mereka. Di lain pihak, generasi Gen-X lebih memilih work-life balance, menginginkan pengakuan berdasarkan produktifitas, bukan berdasarkan lamanya bekerja. Bekerja cukup dari jam 9 pagi sampai 5 sore, sisa waktu adalah waktu untuk keluarga. Generasi ini juga cukup independen dan fokus dalam mengerjakan tugas dan kewajibannya.
Generasi Milenial terlahirkan dengan akses ke teknologi (piranti dan akses internet) yang membuat mereka selalu terkoneksi melalu beberapa piranti di rumah dan mengkonsumsi informasi serta berbagai hiburan sejak kecil. Mereka belajar sambil mendengarkan musik. Makan sambil menonton TV. Tak heran generasi Milenial memiliki kemampuan multitasking yang tak tertandingi oleh generasi sebelumnya. Mereka mampu bekerja sambil mendengarkan musik, update status di sosial media, bertukar pesan instan WhatsApp, hingga menonton YouTube. Kebiasaan ini yang akan mereka terus bawa di tempat kerja. Mereka menikmati konsentrasi bekerja, menyelesaikan tugas, bebarengan dengan mendengarkan musik dan update status Facebook mereka.
Hal ini pula yang membuat piramida Maslow tentang kebutuhan manusia (Maslow, 1943) paling dasar yang seharusnya terisi dengan sandang, pangan, dan papan, diplesetkan sudah terkalahkan oleh kebutuhan yang lebih penting lagi bagi generasi Milenial, yaitu kebutuhan akan “WiFI”. Tidak seperti generasi sebelumnya, generasi Milenial harus terkoneksi 24 jam agar bisa “hidup”. Bagi Milenial, bekerja atau waktu personal sudah blur karena selama mereka terkoneksi, surel mereka selalu aktif, dan mereka bisa bekerja kapan pun dan di mana pun, sesuka mereka.
Ketergantungan Milenial untuk terus terkoneksi ini lah yang membuat generasi ini memiliki satu kultur kuat yang membedakan dengan generasi sebelumnya, yaitu: sangat sosial, aktif menjadi bagian dari sebuah komunitas. Mereka berteman, berkomunikasi, berkolaborasi, berbagi, dan bersosialisasi setiap saat, yang dimungkinkan karena kefasihan mereka menggunakan teknologi. Hidup dalam komunitas sudah menjadi jalan hidup yang tidak hanya selalu ada dalam kehidupan personal mereka, tetapi untuk kehidupan profesional mereka di tempat kerja.
Ya, di tempat kerja, mereka akan membentuk atau bergabung dalam komunitas di kantor. Bagi Milenial, memiliki teman dan membentuk social circle di kantor adalah keharusan sebagaimana mereka membentuk social circle di dunia maya. Milenial akan merasa engaged dan connected dengan komunitas di kantor. Milenial yang tidak merasa cocok dengan komunitas di kantor dan/atau tidak mampu mewujudkan komunitas mereka, sangatlah mungkin akan segera berganti pekerjaan.
Komunitas di kantor adalah perwujudan aspek sosial jiwa Milenial yang ingin memiliki koneksi dan kegiatan tidak hanya saat di jam kantor. Tak heran, tumbuh banyak fenomena di kantor-kantor sekarang di mana karyawan Milenial mereka sangat aktif memiliki kegiatan sosial bersama di luar jam kerja, seperti olah raga bareng, berlibur, menonton film, kursus, hingga makan malam bersama. Bahkan lebih banyak diskusi jam kerja yang ingin mereka lakukan di pantry atau di warung kopi terdekat karena Milenial merasa lebih engaged dengan suasana yang lebih informal.
Sebagai generasi yang sangat sosial, bagi Milenial, ada empat kategori orang yang sangat penting bagi mereka untuk ada dalam social circle mereka, yaitu: teman, tim, manajer, dan mentor. Bagi Milenial, hubungan antar orang dalam tim sangatlah krusial. Antar sesama teman, perlu ada hubungan positif dan saling mempercayai sehingga mereka merasa socially connected di tempat kerja yang berujung dengan perasaan connected dengan pekerjaan dan perusahaan tempat mereka bekerja.
Manajer pun memiliki peran sangat penting bagi karyawan Milenial. Pada masa muda, para Milenial banyak mengikuti kursus di luar sekolah. Di kursus-kursus ini mereka selalu “dituntun” untuk menyelesaikan tugas atau masalah. Hal ini pula yang membuat para Milenial lebih sering berkonsultasi dan membutuhkan bimbingan yang lebih sering dibandingkan generasi sebelumnya. Adalah krusial bagi para manajer untuk bertransformasi dari manajer standar, yang hanya memberikan tugas dan perintah, menjadi seorang mentor yang memberikan bimbingan untuk kemajuan mereka di pekerjaan. Riset merujuk bahwa Milenial berharap mendapatkan bimbingan (guidance), persetujuan (approval), dan penghargaan (appreciation) dari manajer mereka (Deal & Levenson, 2016).
Manajer Gen-X dan pimpinan perusahaan Baby Boomer sebenarnya tidak perlu khawatir. Cara bekerja (work-style) para generasi baru ini memang berbeda tetapi bukan berarti lebih buruk outcome-nya. Bahkan sebaliknya, mereka adalah generasi yang paling produktif jika bisa dikelola (manage) dengan baik dan benar. Milenial mampu menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dengan kemampuan multitasking dan keakraban mereka dengan teknologi. Mereka juga generasi yang tidak mengenal jam bekerja. Selama mereka terkoneksi dengan internet, mereka bisa bekerja di mana saja dan kapan saja. Bekerja dan waktu personal sudah blur buat mereka. Mereka juga sangat haus belajar, kreatif dan ingin selalu menemukan terobosan-terobosan baru di bisnis.
Sudah saatnya para pekerja Gen-X dan Baby Boomer membiasakan diri dengan cara bekerja baru di kantor karena momentumnya segera tiba: Milenial akan mendominasi kantor dalam waktu dekat. Para manajer perlu lebih bijak dan mengerti perbedaan cara bekerja ini dan tidak memaksakan cara bekerja standar dari pola generasi mereka karena akan terjadi benturan yang hanya akan menambah banyaknya karyawan Milenial yang keluar masuk.
Published in Bisnis Indonesia Weekend Newspaper, June 17, 2016
https://www.linkedin.com/pulse/bersiap-saat-milenial-mendominasi-kantor-hermawan-sutanto?trk=hp-feed-article-title-like
picture from Google
Diperkirakan di tahun 2016 ini, pekerja Milenial di Indonesia sudah akan menyamai jumlah pekerja Gen-XApa artinya? Tahun 2016 bisa jadi akan menjadi titik awal perubahan suasana kerja di perusahaan-perusahaan di Indonesia. Kultur dan nilai-nilai karyawan Milenial akan mulai mendominasi dan konflik-konflik antar generasi akan mulai lebih sering bermunculan. Sebelumnya, generasi Gen-X masih mampu meredam konflik karena jumlah mereka yang lebih banyak sehingga kultur budaya Gen-X mampu mendominasi. Karena itu, adalah sangat penting bagi para manajer Gen-X, para direktur dan pemilik perusahaan yang datang dari generasi Baby Boomer untuk melihat, mengerti, dan beradaptasi dengan cara bekerja para karyawan Milenial yang bertolak belakang dengan cara bekerja generasi mereka. Suka atau tidak suka, kultur generasi Milenial akan mulai mendominasi suasana kerja tahun-tahun mendatang.
Di tempat kerja, generasi Baby Boomer adalah generasi yang paling gila kerja dan kompetitif. Sukses di pekerjaan adalah segalanya, menyukai kestabilan, dan menghargai penghormatan. Etika kerja bagi generasi ini adalah jam kerja panjang menunjukkan komitmen karyawan. Lama bekerja dan pengabdian adalah ukuran kebanggaan dan sukses mereka. Di lain pihak, generasi Gen-X lebih memilih work-life balance, menginginkan pengakuan berdasarkan produktifitas, bukan berdasarkan lamanya bekerja. Bekerja cukup dari jam 9 pagi sampai 5 sore, sisa waktu adalah waktu untuk keluarga. Generasi ini juga cukup independen dan fokus dalam mengerjakan tugas dan kewajibannya.
Generasi Gen-X lebih memilih work-life balance, menginginkan pengakuan berdasarkan produktifitas, bukan berdasarkan lamanya bekerjaAda apa dengan generasi Milenial? Mengapa saat mereka mendominasi bisa menciptakan konflik dengan generasi sebelumnya? Generasi Baby Boomer dan Gen-X akan terkejut dengan cara Milenial bekerja yang sangat berbeda dengan cara mereka bekerja saat ini. Mereka mulai melihat Milenial bekerja dengan headphone terpasang, sering kali menengok ponsel mereka untuk update status, suka bekerja di pantry sambil mengobrol. Sering hang-out dengan rekan kantor selepas jam kerja, dan sering berkonsultasi dengan manajer mereka. Mengapa demikian?
Generasi Milenial terlahirkan dengan akses ke teknologi (piranti dan akses internet) yang membuat mereka selalu terkoneksi melalu beberapa piranti di rumah dan mengkonsumsi informasi serta berbagai hiburan sejak kecil. Mereka belajar sambil mendengarkan musik. Makan sambil menonton TV. Tak heran generasi Milenial memiliki kemampuan multitasking yang tak tertandingi oleh generasi sebelumnya. Mereka mampu bekerja sambil mendengarkan musik, update status di sosial media, bertukar pesan instan WhatsApp, hingga menonton YouTube. Kebiasaan ini yang akan mereka terus bawa di tempat kerja. Mereka menikmati konsentrasi bekerja, menyelesaikan tugas, bebarengan dengan mendengarkan musik dan update status Facebook mereka.
Hal ini pula yang membuat piramida Maslow tentang kebutuhan manusia (Maslow, 1943) paling dasar yang seharusnya terisi dengan sandang, pangan, dan papan, diplesetkan sudah terkalahkan oleh kebutuhan yang lebih penting lagi bagi generasi Milenial, yaitu kebutuhan akan “WiFI”. Tidak seperti generasi sebelumnya, generasi Milenial harus terkoneksi 24 jam agar bisa “hidup”. Bagi Milenial, bekerja atau waktu personal sudah blur karena selama mereka terkoneksi, surel mereka selalu aktif, dan mereka bisa bekerja kapan pun dan di mana pun, sesuka mereka.
Ketergantungan Milenial untuk terus terkoneksi ini lah yang membuat generasi ini memiliki satu kultur kuat yang membedakan dengan generasi sebelumnya, yaitu: sangat sosial, aktif menjadi bagian dari sebuah komunitas. Mereka berteman, berkomunikasi, berkolaborasi, berbagi, dan bersosialisasi setiap saat, yang dimungkinkan karena kefasihan mereka menggunakan teknologi. Hidup dalam komunitas sudah menjadi jalan hidup yang tidak hanya selalu ada dalam kehidupan personal mereka, tetapi untuk kehidupan profesional mereka di tempat kerja.
Ya, di tempat kerja, mereka akan membentuk atau bergabung dalam komunitas di kantor. Bagi Milenial, memiliki teman dan membentuk social circle di kantor adalah keharusan sebagaimana mereka membentuk social circle di dunia maya. Milenial akan merasa engaged dan connected dengan komunitas di kantor. Milenial yang tidak merasa cocok dengan komunitas di kantor dan/atau tidak mampu mewujudkan komunitas mereka, sangatlah mungkin akan segera berganti pekerjaan.
Komunitas di kantor adalah perwujudan aspek sosial jiwa Milenial yang ingin memiliki koneksi dan kegiatan tidak hanya saat di jam kantor. Tak heran, tumbuh banyak fenomena di kantor-kantor sekarang di mana karyawan Milenial mereka sangat aktif memiliki kegiatan sosial bersama di luar jam kerja, seperti olah raga bareng, berlibur, menonton film, kursus, hingga makan malam bersama. Bahkan lebih banyak diskusi jam kerja yang ingin mereka lakukan di pantry atau di warung kopi terdekat karena Milenial merasa lebih engaged dengan suasana yang lebih informal.
Sebagai generasi yang sangat sosial, bagi Milenial, ada empat kategori orang yang sangat penting bagi mereka untuk ada dalam social circle mereka, yaitu: teman, tim, manajer, dan mentor. Bagi Milenial, hubungan antar orang dalam tim sangatlah krusial. Antar sesama teman, perlu ada hubungan positif dan saling mempercayai sehingga mereka merasa socially connected di tempat kerja yang berujung dengan perasaan connected dengan pekerjaan dan perusahaan tempat mereka bekerja.
Manajer pun memiliki peran sangat penting bagi karyawan Milenial. Pada masa muda, para Milenial banyak mengikuti kursus di luar sekolah. Di kursus-kursus ini mereka selalu “dituntun” untuk menyelesaikan tugas atau masalah. Hal ini pula yang membuat para Milenial lebih sering berkonsultasi dan membutuhkan bimbingan yang lebih sering dibandingkan generasi sebelumnya. Adalah krusial bagi para manajer untuk bertransformasi dari manajer standar, yang hanya memberikan tugas dan perintah, menjadi seorang mentor yang memberikan bimbingan untuk kemajuan mereka di pekerjaan. Riset merujuk bahwa Milenial berharap mendapatkan bimbingan (guidance), persetujuan (approval), dan penghargaan (appreciation) dari manajer mereka (Deal & Levenson, 2016).
Manajer Gen-X dan pimpinan perusahaan Baby Boomer sebenarnya tidak perlu khawatir. Cara bekerja (work-style) para generasi baru ini memang berbeda tetapi bukan berarti lebih buruk outcome-nya. Bahkan sebaliknya, mereka adalah generasi yang paling produktif jika bisa dikelola (manage) dengan baik dan benar. Milenial mampu menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dengan kemampuan multitasking dan keakraban mereka dengan teknologi. Mereka juga generasi yang tidak mengenal jam bekerja. Selama mereka terkoneksi dengan internet, mereka bisa bekerja di mana saja dan kapan saja. Bekerja dan waktu personal sudah blur buat mereka. Mereka juga sangat haus belajar, kreatif dan ingin selalu menemukan terobosan-terobosan baru di bisnis.
Sudah saatnya para pekerja Gen-X dan Baby Boomer membiasakan diri dengan cara bekerja baru di kantor karena momentumnya segera tiba: Milenial akan mendominasi kantor dalam waktu dekat. Para manajer perlu lebih bijak dan mengerti perbedaan cara bekerja ini dan tidak memaksakan cara bekerja standar dari pola generasi mereka karena akan terjadi benturan yang hanya akan menambah banyaknya karyawan Milenial yang keluar masuk.
Sudah saatnya para pekerja Gen-X dan Baby Boomer membiasakan diri dengan cara bekerja baru di kantorBagaimana memulainya? Bukalah pintu ruang kerja lebar-lebar bagi mereka. Jadilah mentor bagi karyawan Milenial, berikan mereka panggung belajar dan berkarya. Ingat mereka adalah generasi karyawan paling produktif dan kreatif dalam bekerja! Kesimpulan akhirnya: mulailah menikmati perbedaan di kantor dari sekarang!
Published in Bisnis Indonesia Weekend Newspaper, June 17, 2016
https://www.linkedin.com/pulse/bersiap-saat-milenial-mendominasi-kantor-hermawan-sutanto?trk=hp-feed-article-title-like
picture from Google