Mohon izin untuk mencopas tulisannya ya Pak. saya suka sekali sama tulisan ini.
Salah satu poin penting yang ingin saya sampaikan dalam berbagai
"kuliah virtual"-ku tentang tata-busana ini adalah penghormatan terhadap
keputusan masing2 indi
vidu dalam hal
berpakaian: saling menghormati dan toleran terhadap tata-busana masing2
individu (seperti ditunjukan dalam sketsa atau ilustrasi di bawah ini).
Jangan sampai ada pemaksaan berpakaian satu sama lainnya. Jangankan
urusan pakaian yang sangat sepele, masalah yang paling fundamental saja
seperti pilihan beriman dan beragama, Al-Qur'an secara tegas melarang
melakukan "pemaksaan teologis" terhadap orang lain. Islam membebaskan
keputusan masing2 individu mau beriman atau tidak karena memang Tuhan
tidak akan rugi seandainya pun semua umat manusia di jagat ini
mengingkari-Nya. Kalau dalam hal keimanan saja Tuhan santai bingit,
kenapa sejumlah umat Islam malah "sewot" hanya dalam hal sehelai kain.
Pula. jangan ada
pandangan sinisme terhadap yang lain. Bagi yang tidak berjilbab atau
bergamis, jangan menuduh perempuan berjilbab atau laki-laki bergamis
sebagai "sok islami" atau "sok moralis". Karena memang banyak Muslimah
yang berhijab atau Muslim yang bergamis dengan niatan tulus ingin
mengikuti Sunah Rasul. Begitu pula sebaliknya, perempuan yang berhijab
atau laki-laki yang bergamis, jangan berprasangka buruk dan menuduh
perempuan Muslimah yang tidak berhijab atau lelaki Muslim yang tidak
bergamis sebagai "tidak islami", "tidak bermoral", "penghuni neraka"
dlsb.
Jangan pernah merasa diri kita "lebih" dari yang lain:
lebih islami, lebih moralis, lebih taat, lebih saleh, lebih berilmu,
lebih nyunah, dst. Bukankah Iblis itu diusir dari surga karena
kesombongannya dan merasa dirinya lebih super dari mahluk lain? Jangan
pernah merasa diri sebagai "yang paling berhak" untuk menghuni surga
karena memang surga-neraka tidak ditentukan oleh jenis, corak, dan merek
pakaian apa yang kita kenakan. Daripada sibuk mengurusi pakaian orang
lain, alangkah lebih baik dan bijaknya jika kita menata diri kita
sendiri: mendandani hati, bukan mendandani tubuh.